Saya adalah seorang ibu yang masih belajar meningkatkan kecerdasan emosional diri saya sendiri. Alhamdulillah mempunyai suami yang tenang, adem, tidak panas ketika emosi, dan juga Aal yang selalu mengingatkan saya ketika saya emosi dengan ucapan sendunya, "Umi, tenang dulu..".
Sebagai ibu, tidak munafik pastilah ada rasa kesal berujung emosi. Kurangnya piknik lebih lama di atas sajadah, banyaknya pekerjaan rumah tangga, menghadapi berbagai drama anak dua, kurang minum, kurang menghirup udara segar dan lain sebagainya bisa menjadi penyebab gesernya saraf kewarasan. Anak kadang bisa menjadi seorang guru bagi saya. Bagaimana tidak, ketika emosi memuncak, ia sempat mengatakan, "Umi, tenang dulu. Coba ambil nafas..". MasyaAllah, seketika sirna rasa kesal yang ada. Ya, mungkin jujur terhadap perasaan akan membuat keadaan lebih baik. Pengenalan berbagai macam emosi seperti senang, sedih, marah, kecewa, takut, dan sebagainya termasuk juga pada realitanya. Saya sedang belajar jujur padanya, anak saya.
Saya sangat tersentuh saat membaca cerita seorang teman tentang air mata anaknya. Ceritanya mereka saling jujur akan perasannya masing-masing. Saya belajar untuk seperti ini, jujur dengan perasaan yang sedang saya alami agar merekapun belajar memahami. Belajar hidup, bahwa di perjalanan kehidupan ini banyak rasa yang ada disana. Bagaimana kita bisa tetap berjalan bersama, memahami, mengerti dan menerima.
Ah, terima kasih Aal, kamu guru kecilku.. ❤
6 comments
anak kecil kadang bisa jadi lebih bijak dari orang dewasa ya
ReplyDeleteBener mbak...
Deletebaru baca mbak juli...
ReplyDeletebiasakan aja mengungkapkan perasaan bukan hanya sedih tapi bahagiapun.. anak-anak juga jadi anak-anak juga belajar untuk menyampaikan perasaannya...
Ahh tengkyu mbak unna 😘
DeleteAku juga lagi mencoba mengotrol emosi kadang2 suka merasa bersalah knp aku sesabar ibu2 lain yaa
ReplyDeleteSemangat mba....😊
Delete