Tiba-Tiba Ngomongin Hari Raya Idul Adha dan Hewan Kurban Sama Aal
Mungkin masih terbayang di pikirannya saat Idul Adha tahun lalu, saat itu kami berkumpul di lapangan dekat mushola rumah mama untuk menyaksikan kurban.
Aal tampak tidak tega, dia tidak suka melihat hewan kurban yang disembelih lalu digantung, dia juga tidak suka dengan darah yang keluar dari hewan kurban tersebut. Mungkin dia bingung, kenapa kambing dan sapinya diginiin. Hehehe
Saat itu saya menceritakan tentang sejarah kurban yang diambil dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, dan berkurban adalah salah satu wujud syukur kita kepada Allah atas rezeki yang telah Dia berikan.
Saya juga menceritakan tentang 'rejeki' kepada Aal. Setahun lamanya kita bekerja dan mendapatkan rejeki. Kita bisa makan, kita bisa memenuhi segala kebutuhan, Aal bisa beli buku dan beberapa mainan, itu salah adalah bagian dari rejeki dari Allah untuk kita.
Sebagai wujud rasa syukur, salah satunya dengan cara berkurban di hari raya Idul Adha. Kita beli kambing atau sapi, kita kurbankan, lalu dagingnya dibagikan ke orang-orang.
Saya juga bercerita, "banyak teman-teman dan saudara kita yang jaraaang sekali makan daging, lho. Karena harga daging itu cukup mahal. Dengan kita berkurban, orang-orang yang jarang makan daging itu bisa makan daging. Mereka senang sekali..."
"Untuk itu, karena Allah memberikan rejeki lebih kepada kita, kita juga harus bagikan ke orang lain. Kalau di moment Idul Adha, kita berkurban, agar teman-teman Aal yang jarang makan daging bisa makan daging sampai puas.." Cerita saya panjang lebar.
Dia terdiam.
Setelah suasana hening sejenak, tiba-tiba dia malah bilang, "trus tengkorang kambingnya gimana? Aal nggak suka tengkorak!" Hahaha.
Ada-ada saja, imajinasinya sudah kemana-mana. Ini efek lihat baju orang gambar tengkorak yang menyeramkan menurut dia. Lalu dia membayangkan pula tengkorak kambing dan sapi, makin kemana-mana, deh. Hehhee.
Ya, nggak apa-apa. Tugas saya untuk mengawal imajinasi agar tidak keluar garis wajar. Saya jelaskan dengan ringan, panjang sekali hingga ia bisa menerimanya.
"Jadi, Aal mau berkurban nggak?" Tanya saya mengujinya kembali ke topik utama.
"Mau. Biar teman-teman makan daging. Aal juga mau makan daging, nanti dijadiin sate. Itu tusuk sate udah dibeli. Tapi Aal nggak mau ke lapangan itu pas Idul Adha." MasyaAllah, Alhamdulillah niatnya sudah ada, lengkap pula dengan pesanan satenya.
Persoalan dia tidak mau ke lapangan untuk menyaksikan kurban, ya sudah, tidak masalah. Hatinya memang lembut, jangan kita paksakan untuk menjadi "kuat" menurut definisi kita.
Barakallah, Sayang...
0 comments