Kesaksian Seorang Anak Homeschooling Dalam Buku: Pembelajar Mandiri
Kesaksian Seorang Anak Homeschooling Dalam Buku: Pembelajar Mandiri - Sekitar bulan Agustus 2019 lalu, buku Pembelajar Mandiri ini saya lihat di Instagramnya Rumah Inspirasi (@rumahinspirasi_id). Ternyata, buku ini karya Yudhis, anak sulungnya Mas Aar dan Mbak Lala, founder Rumah Inspirasi.
Pertama kali melihat cover buku ini, saya langsung ingin memilikinya. Penasaran, seperti apa kisahnya. Karena setahu saya, buku ini adalah kisah Yudhis selama menjalani kehidupan sebagai homeschooler atau yang ia sebut sebagai "Pembelajar Mandiri".
Kebetulan, bulan Oktober 2019 lalu, saya dan suami mengadakan kegiatan seminar parenting yang mengundang Mbak Lala ke Batam, jadi sekalian saja saya order beberapa buku "Pembelajar Mandiri" tersebut untuk saya baca dan sebagian lagi kami bagikan untuk peserta seminar yang beruntung. Lumayan, kan, jadi salah satu doorprize menarik.
Putri Pamelia & Eka Mustika Sari, orang tua homeschooler yang mendapatkan doorprize buku Pembelajar Mandiri saat seminar parenting bersama Mbak Lala. |
Baca juga: Seminar Parenting Bersama Rumah Inspirasi
Tanggal 18 Oktober 2019, pertama kali saya bertemu dengan Mbak Lala. Begitu sampai di Batam, saya dan seorang teman yang menjemput beliau pun langsung mengajak beliau untuk makan malam. Di sana saya mendapatkan buku yang sudah saya tunggu-tunggu, beliau juga sedikit menceritakan tentang proses penulisan buku dan design bukunya yang Yudhis garap sendiri. Luar biasa!
Buku ini memang menarik, apalagi untuk orang tua homeschooler yang masih harus banyak belajar seperti saya. Setelah menyelesaikan seminar parenting dan segala keriwehannya (maklum saja, saya dan suami hanya mengurus segalanya berdua), akhirnya saya sempatkan membaca buku Pembelajar Mandiri tersebut dengan sepenuh hati.
Tidak sampai seminggu, buku itu selesai saya baca. Isinya...benar-benar kesaksian seorang Yudhis sebagai seorang anak homeschooler, mulai dari usianya yang masih kecil hingga ia beranjak dewasa dan mengambil keputusan sendiri untuk mengakhiri petualangan homeschoolingnya di bangku perguruan tinggi.
Di dalam buku ini, Yudhis bercerita bagaimana dulu dia kehilangan teman-teman bermainnya. Ternyata teman-temannya sudah pada masuk sekolah. Dia menyaksikan teman-temannya sudah sibuk bersiap untuk pergi ke sekolah setiap pagi.
Yudhis penasaran dengan sekolah, ia pun bertanya dengan Ibunya. Alhasil, Yudhis tetap merasa lebih nyaman sekolah di rumah, seperti yang ia jalani saat itu. Menurutnya, ia bisa belajar dengan nyaman di rumah. Ia bisa belajar apapun yang ingin ia pelajari, bahkan ia bisa belajar sambil ngemil. Yang seperti itu tentu tidak bisa dilakukan di sekolah formal.
Yudhis belajar apa saja, banyak hal. Ia juga belajar dengan siapa saja, baik secara online maupun secara langsung (offline). Mulai dari desain grafis, minecraft, mengikuti komunitas dan organisasi, magang di beberapa tempat saat usianya masih usia SMP dan SMA, dan banyak lagi.
Soal magang, Yudhis pun bercerita bagaimana perjalanannya mulai dari mendapatkan tempat magang yang memang ia butuhkan untuk proses belajarnya. Bukan atas obsesi orang tuanya semata, untuk Yudhis magang di sana dan di sini.
Tidak hanya cerita manis yang dituang oleh Yudhis di dalam buku ini. Ia juga bercerita tentang konfliknya dengan sang Bapak, Mas Aar. Saat itu mereka berbeda pendapat soal belajar gitar. Selain itu, Yudhis juga bercerita tentang kesedihannya yang gagal saat mengikuti kompetisi pemograman Google Code-in, dan bagaimana ia mengambil pelajaran hidup dari kegagalannya tersebut.
Tibalah saatnya, ia memutuskan untuk mengakhiri petualangannya sebagai homeschooler dan memilih untuk masuk ke perguruan tinggi. Perjuangannya tidak mudah. Secara ia sama sekali tidak pernah merasakan bangku sekolah formal layaknya anak-anak pada umumnya.
Sampai pada akhirnya, perjuangannya membuahkan hasil manis yang memang menjadi keinginannya. Yudhis, seorang anak yang "tidak pernah sekolah" berhasil masuk ke Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi.
Cerita Yudhis di dalam bukunya membuat saya menghela nafas panjang. Bayangan saya seolah-olah maju ke masa yang akan datang, membayangkan anak-anak saya yang juga tidak sekolah formal.
Buku ini sungguh memberikan inspirasi dan motivasi kepada saya pribadi, yang kadang masih merasa anak saya "berbeda" dengan anak lainnya yang sudah pada mulai masuk sekolah. Buku ini bagaikan angin segar, membuat saya lebih rileks menghadapi perbedaan pilihan jalur pendidikan anak-anak.
Oh, ya. Buku ini ditulis dengan bahasa yang sangat ringan. Membacanya terasa seperti sedang menyaksikan seorang anak muda yang bercerita di hadapan kita. Asyik, tidak membosankan dan mudah dipahami.
Ah...terima kasih, Dek Yudhis. Semoga selalu menginspirasi. Terima kasih juga kepada kedua orang tua yang luar biasa, Mas Aar dan Mbak Lala yang menjadi fasilitator dan pendukung para anak-anak homeschoolernya yang luar biasa.
"Aku belajar bukan karena takut mendapatkan nilai buruk, aku belajat bukan karena ingin lulus ujian. Aku bukan belajar karena terpaksa.
Tapi aku belajar karena aku suka. Aku belajar karena aku membutuhkan dan menikmatinya." Yudhistira Gowo Samiaji, dalam bukunya Pembelajar Mandiri.
4 comments
Kayanya keren ya isinya. Jadi penasaran. Bolehkah kapan2 saya pinjam? hehehe
ReplyDeleteKeren banget mbak
DeleteBoleh banget, tp lg estafet dipinjem2 temen tuh hehehe.
Semakin penasaran sama bukunya...kudu masuk wishlist nih. Penasaran gimana ceritanya Yudhis bisa ambil FE UI karena waktu usianya sekitar 11 tahun pernah jadi audiens nya saat presentasi di festival bakat anak mengenai passionnya saat itu di bidang desain... diceritain juga ga ya mba di bukunya?
ReplyDeletePenasaran banget! setiap anak home schooling rasanya bisa bikin buku sendiri, karena cerita mereka unik-unik, beda-beda. Semoga ada yang mau nyumbangin buku ini ke perpus Rulis. #eh
ReplyDelete