Seminggu yang lalu, saya menghitung hari. Menghitung hari menuju hari ini. Entah kenapa, saya sedih. Inilah hari raya paling sedih, saya rindu rasa suka cita kala menghitung hari menuju hari ini.
Suasana sunyi.
Tidak ada suara anak-anak keliling bertakbir, tidak ada suara takbir bapak-bapak yang saling bersautan di masjid-masjid. Suara takbir ada, namun jauh, samar, tidak meriah seperti dulu.
Semangat untuk berbenah dan memasak pun runtuh. Untuk apa memasak, padahal tidak ada yang datang? Untuk apa berbenah, kita semua harus berdiam diri di rumah?
Seketika rasa sendu itu saya tepis, mencoba tegar dan menghibur diri agar tetap semangat menyambut hari yang suci. Opor ayam dan lontong sederhana saya siapkan untuk hidangan lebaran bersama keluarga kecil.
Tak terasa, air mata pun mengalir karena terbayang suasana riweh rumah mama di malam hari raya seperti ini. Bekerja sama untuk memasak, membereskan rumah, membuat kue bawang dan kacang goreng, menggelar karpet, menata kue lebaran di atas meja.
Bayangan masa lalu di malam lebaran seperti ini terlintas di depan mata. Saya memasak sambil membayangkan suasana seperti itu. Suasana lelah yang penuh suka cita dan bahagia.
Air mata saya mengalir lagi, ketika opor ayam buatan saya matang dan saya cicipi. Hmm, rasanya tidak seenak opor mama. Tidak sesuai ekspektasi. Opor ini gagal menjadi pengobat rindu.
Astaghfirullah hal'adzim. Saya sadari, saya tidak boleh begini. Masih banyak hal yang harus saya syukuri dan tetap harus behagia meskipun keadaan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Nikmat sehat adalah yang paling berharga di masa wabah penyakit seperti ini. Saya sehat, suami dan anak-anak saya sehat, orang tua dan mertua saya sehat, semua keluarga besar sehat, itulah nikmat luar biasa dari Tuhan yang saya acuhkan.
Saya terdiam memandangi layar ponsel di genggaman tangan saya. Memandangi foto mama papa di foto profil whastappnya. "Mereka pasti sedang sibuk," saya tahu mereka tetap sibuk menyambut hari lebaran meskipun tidak ada anak cucunya yang datang.
"Masak apa, Ma?" Kami saling melihat meskipun hanya di ujung layar telepon genggam (video call).
"Tauco, sambal tempe kacang, ada peyek, ....." Saya kurang konsentrasi mendengar menu-menu lebaran yang mama sebutkan. Saya menahan sedih yang tidak ingin saya tunjukkan di hadapan mama, betapa saya sangat ingin ada di sana saat itu juga.
"Ma, Pa, maaf ya kami belum bisa kesana. Kita jaga-jaga dulu, ya.."
"Iya, nggak apa-apa. Memang sekarang keadaannya kayak gini. Yang penting kita sehat-sehat semua, ya." Saya lega mendengar jawaban mama dan papa, semoga hati mereka benar-benar tidak apa-apa.
Saya dan mama papa berada di satu kota, tapi kami memutuskan untuk tetap menjaga jarak dan tidak bersama-sama secara fisik untuk sementara. Saya sayang mereka, saya hanya ingin menjaga mereka.
Syukurnya sekarang jaman sudah semakin mudah untuk berkomunikasi, bahkan kita bisa bicara sambil bertatap muka dengan bermodal telepon pintar dan paket data/wifi. Cara inilah yang kami lakukan untuk melepas rindu, membuat lebaran tetap meriah seolah-olah kita saling bertemu.
Bahkan sangat meriah, karena saya tidak hanya silaturrahmi online bersama mama papa, melainkan juga bersama keluarga besar yang tersebar di beberapa bagian Indonesia. Kampung halaman (Baruh Gunung, Sumbar), Riau, Jakarta, Kalimantan, Jogjakarta, Medan, dan Batam.
Kita bisa saling menatap dan bercerita, kita bisa melihat tawa dan tangis haru rindu yang sama. Rumah kita tidak lagi sepi, rumah kita ramai suara speaker telepon genggam, penuh sautan suara-suara kita yang ingin menyapa dan mengucapkan kata 'selamat lebaran' dan 'mohon maaf'.
Bahagianya...
Ini lebaran kita yang berbeda. Lebaran yang syukurnya dapat memanfaatkan kemajuan jaman dan fasilitas yang ada. Meskipun berbeda, tidak ada alasan untuk kita lalai untuk senantiasa bersyukur.
Ayo kita simpan rindu bersama, semoga segeralah pandemi ini tiada, kami akan menantikan masa-masa kita bersama lagi di suatu keadaan yang lebih baik tentunya.
Bersabarlah...
Semoga lebaran ditahun depan akan berbeda pula dengan tahun ini. Lebaran tahun depan, semoga kita bersama-sama dan beramai-ramai secara nyata.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441H/2020.
Mohon maaf lahir dan batin...