Tahun Terakhir Di Usia Kepala Dua
Tahun Terakhir Di Usia Kepala Dua - Tepat 29 tahun usia saya pada tanggal 6 Juli 2020 lalu. Entah kenapa, tiba-tiba saya merasa tua. MasyaAllah, 29 tahun, sebentar lagi 30 tahun a.k.a kepala tiga, euy!
Yang saya syukuri selain diri saya sendiri adalah kedua orang tua saya. Alhamdulillah, di usia saya yang ke-29 tahun ini mereka dalam keadaan sehat wal'afiat dan bahagia di usia mereka yang tidak lagi muda.
Bicara soal orang tua akhir-akhir ini bikin saya baper agak parah, karena saya rindu. Pandemi membuat kami tidak dapat bertemu dan bermain seperti dulu. Saya sedih membayangkan papa dan mama yang hanya berdua di rumah dan juga menahan rindu dengan anak serta cucu-cucunya.
"Papa mama kangen, tapi keadaannya masih kayak gini. Kita harus sabar aja dulu, ya... Semoga corona ini segera berlalu dan kita bisa ketemu seperti dulu, main sama Aal Maryam, jalan-jalan sama Aal Maryam," seperti itu kata-kata papa menguatkan saya dan saya mengaminkan.
Oke, balik lagi membahas usia saya, dari pada saya semakin baper parah.
Tahun ini adalah tahun terakhir saya di usia kepala dua. Saya masih ingat kenangan 9 tahun lalu, saat saya berulang tahun ke-20. Wahh, kepala 2... Saat itu saya merasa sudah dewasa dan sudah berpikir untuk menikah muda. Alhamdulillah, Allah mengizinkan, saya akhirnya menikah di usia 22 tahun.
Di dalam masa usia kepala 2 pula, alhamdulillah saya dikaruniai 2 orang putra putri yang lucu dan menggemaskan. Kalau dipikir-pikir, Allah tuh baik banget, Allah kasih semua yang saya impikan untuk hidup saya. Menikah muda, suami yang tepat, kedua anak yang membuat hidup kami semakin lengkap dan bahagia, orang tua dan mertua yang baik dan sehat-sehat.
Di balik segala kenikmatan yang sudah Allah berikan kepada saya, bukan berarti saya tidak pernah diberikan ujian berupa kesedihan. Pernah, pasti!
Di dalam masa usia kepala dua ini adalah masa-masa yang cukup menantang bagi saya. Dimana saya harus menyesuaikan diri sebagai seorang istri kemudian menjadi seorang ibu, belajar memahami, belajar menghargai, belajar mengesampingkan ego, belajar memaafkan dan melupakan, belajar bersyukur, belajar untuk selalu merasa cukup, dan belajar bahagia dan membahagiakan.
Saya percaya, bahagia itu kita sendiri yang ciptakan. Sedih pun begitu, sedih itu ada karena kita sendiri yang adakan. Saya belajar keras untuk menciptakan bahagia ala saya sendiri. Saya bahagia, sekeliling pun ikut bahagia. Dan saya juga percaya, seiisi rumah bahagia jika kita (seorang istri) yang bahagia lebih dulu.
Ketika saya bahagia, aura bahagia terpancar ke seluruh isi rumah. Suami juga jadi bahagia, anak-anak pun bahagia, alhasil...kerjaan rumah beres, kerjaan suami juga lancar, anak-anak dapat bermain dan belajar dengan riang di rumah.
Coba bayangkan, gimana kalau kita tidak mau menciptakan bahagaia itu sendiri? Suami juga jadi bete akibat kesensian kita yang nggak jelas sebabnya, anak-anak jadi sasaran pelampiasan, ambyarlah seiisi rumah.
Lalu bagaimana cara saya menciptakan bahagia?
Ya, tiap orang punya caranya sendiri dalam menciptakan bahagia. Kalau saya, saya biasanya menuliskan segala kekesalan, amarah dan kesedihan di dalam sebuah catatan rahasia di smartphone saya. Entah di notes, atau di chat whatsapp nomor saya sendiri. Setidaknya, emosi negatif yang ada di hati dan pikiran saya bisa lepas, tidak terpendam dan tertahan.
Setelah saya puas mengeluarkan uneg-uneg dan emosi negatif melalui tulisan rahasia, saya minta ketenangan pada Allah. Berdoa, bercerita pada Allah sambil nangis sesenggukan. Cara ini melegakan banget, apakah kalian pernah coba? Coba, deh.
Setelah hati dan pikiran saya reda dari emosi negatif, biasanya saya membaca kembali tulisan yang tadi saya buat saat melampiaskan emosi negatif sebelum saya menghapus semua tulisan buruk itu. Ketawa sendiri dong, kita memang tampak bodoh saat marah. Coba bayangkan saja, gimana jadinya jika emosi negatif itu saya lampiaskan ke suami atau anak-anak? Ambyar, rusak, bukannya selesai, malah masalah semakin melebar, yang ada hanya rasa penyesalan di belakang yang tidak ada guna.
Saya juga belajar memaafkan sebelum dimintai maaf, belajar memaafkan dan melupakan tanpa dendam. Saya tidak perlu mengharapkan seseorang melakukan sesuatu sesuai ekspektasi saya. Saya cukup melakukan yang terbaik dari diri saya. Seseorang mau berbuat yang terbaik juga atau tidak, ya, itu biar menjadi urusannya. Terlalu berharap dan berekspektasi itu bisa menghambat kebahagiaan saya, saya bisa kecewa dan saya tidak mau memilih kecewa.
"Kebahagiaan itu kita yang ciptakan, begitu pula kesedihan. Kesedihan itu ada karena kita yang adakan."
Itu sebagian pelajaran yang pernah saya ambil di usia dua puluhan. Dan inilah tahun terakhir saya di usia dua puluhan, tentu kedepannya saya akan menghadapi tantangan hidup yang lain lagi, bisa jadi yang lebih-lebih lagi. Tapi saya percaya, Allah akan meberikan kita ujian sesuai kesanggupan hambaNya.
Semakin banyak usia, tentunya akan banyak pelajaran hidup yang harus saya ambil kemudian. Semakin banyak usia, maka semakin sedikit waktu hidup saya di dunia.
Semoga Allah berikan kekuatan pada diri saya, menjadikan saya seorang istri dan ibu yang terbaik bagi keluarga saya, menjadi anak yang dapat membahagiakan orang tua, menjadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak. Dan yang terpenting, semoga saya bisa menjadi insan yang selalu berada di dalam jalan-Nya, agar saya dapat hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Teman-teman, bantu doain saya, ya! InsyaAllah, doa yang kalian panjatkan akan berbalik pula untuk teman-teman sekalian... Terima kasih. Terima kasih juga sudah membaca tulisan ini sampai akhir, semoga ada manfaat yang bisa diambil, ya!
12 comments
Selamat ulang tahun Mbak Juli. Semoga umurnya semakin berkah.
ReplyDeleteMemang iya sih kalau ngeliat betapa banyaknya jumlah umur kita tuh kerasa banget tuanya, wkwkkk tapi coba deh, lihat teman-teman sesama ibu-ibu, kita jadi nggak akan ngerasa tua lagi kok. Percaya deh! Hahahha
Waduuuh, Mba 29 udah merasa tuwaz apa kabar saya yaa *tutup muka pake serbet* Btw memang sih inti dari kebahagiaan itu sebenernya kalo kita mensyukuri apa yg ada dan diberi Sang Pencipta:)
ReplyDeleteIkut mengaminkan! Iya, bahagia tuh kita sendiri yang menciptakan
ReplyDeleteBtw, aku pun merasa udah tua juga. 11-12 lah usianya, hahaha
Selamat ulang tahun. Semoga bahagia selalu dan dilimpahkan berkah.
ReplyDeleteSaya juga seringnya begitu. Kalau saya lagi bahagia, semua urusan kayaknya beres :D
Selamat ulang tahun ya mbak, apalagi masuk kepala 3 wah banyak harapan di depan yang akan diraih. Tetap semangat dan bahagia selalu.
ReplyDeleteaaaah masih muda banget kok mbaa..tenang aja hehehhe. Selamat ulang tahun and many happy returns yaaa
ReplyDeleteKebahagiaan itu kita yang ciptakan, begitu pula kesedihan. Kesedihan itu ada karena kita yang adakan. Setuju banget sama kata-kata ini. Saya doakan semua yg terbaik utk Mba ya
ReplyDeleteSelamat menjelang kepala 3 ya mba. Tapi umur tuh hanya sekadar hitungan plus tanda-tanda fisik aja sih. Kalau tentang pemaknaan hidup, dari usia berapapun bisa. Tak terhitung orang udah berkepala banyak usianya tapi masih belum menemukan kebahagiaannya sendiri.
ReplyDeleteDirimu termasuk orang yang cepat matang, sanggup mengendalikan emosi dengan sangat baik. Semoga selalu bahagia dan sehat dengan keluarga tercinta ya mba.
MashaAllah~
ReplyDeleteTabarakallahu....semoga Allah limpahkan kemudahan, kebahagiaan dan ketenteraman selalu untuk keluarga yaa, kak.
Wah, mau kepala 3. Saya tahun besok mau kepala 4��. Rasanya seperti masih muda saja. Ketika hati bahagia, perpindahan angka usia tak terasa sama sekali
ReplyDeleteApakah itu tandanya dewasa? Sampai sekarang pun saya masih belajar mengejar pendewasaan diri. Itu yang membuat saya melupakan angkanya hehe
Banyak yang ultah di bulan Juli
ReplyDeleteTermasuk juga anak sulungku
Juli memang penuh drama tetapi semuanya baik baik saja
Tenang kak, Usia 30 itu usia belia. Memasuki masa masa penuh pesona, hehe
ReplyDelete