8 Tahun Pernikahan: Less Expectations, More Love

by - 9:16 PM



8 Tahun Pernikahan: Less Expectations, More Love - Hari ini, 31 Mei 2021 adalah hari jadi pernikahan kami yang ke 8 tahun. Ironi sekali jika saya bilang, "Nggak terasa, ya, udah 8 tahun aja!" Karena nyatanya...ya terasa banget. Hehe.

Saya menikah diusia 22 tahun, usia yang cukup muda menurut saya. Ketika teman-teman saya pada sibuk bekerja, sibuk nikmati uang hasil keringatnya sendiri, asyik-asyiknya nongkrong, shopping, travelling, sedangkan saya memilih untuk menikah.

Menikah muda adalah keinginan saya sejak jaman sekolah (makk, masih sekolah udah mikirin nikah ternyata..hihi), saya sangat menikmati waktu menjadi seorang istri diusia muda saat itu.

Menikah adalah akhir cerita indah di buku cerita. Biasanya begitu di dongeng-dongeng, ya. "Akhirnya mereka pun menikah dan bahagia selama-lamanya." Begitu kira-kira kalimatnya.

Di dunia nyata, menikah bukanlah akhir cerita indah, melainkan awal cerita akan tercipta. Bukan pula bahagia selama-lamanya, melainkan belajar selama-lamanya agar terbiasa dengan rasa bahagia, duka, pahit, asem, asin, manis dan berbagai rasa lainnya.

Tahun-tahun pertama menikah, jujur, saya agak terkaget. Banyak hal yang nggak sesuai dengan ekspektasi saya. Dari sanalah akhirnya saya banyak belajar, belajar memahami, belajar memaklumi, belajar menurunkan ego, belajar melunakkan kepala yang keras, dan banyaaaak lagi. Dan itu dia yang utama, mengurangi sesuatu yang bernama ekspektasi.

Ekspektasi alias harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan memang membuat kita bersedih. Tapi, kita punya pilihan nih agar kita tidak bersedih, yaitu...tidak berekspektasi.

"Yang salah itu bukan pasangan, yang salah itu bukan keadaan. Yang salah itu kita yang memasang ekspektasi terlalu tinggi."

Misalnya, nih.

Saya berekspektasi bahwa ketika saya sedang membersihkan rumah, maka suami saya akan turut membantu. Nyatanya, suami tidak membantu, malah tetap asyik dengan gadgetnya. Saya pun tidak bicara atau meminta tolong secara langsung, tetapi ya saya hanya berekspektasi sebatas di kepala saya saja.

"Ya ampun, aku gedebak gedebuk bersihin rumah, nyapu pel, dll, lah kok dia nggak bantuin sama sekali, sih? Malah asyik duduk aja!" Dumel dalam hati. Alhasil, dongkol dan kesal berkecamuk di kepala, turun ke dada, sesak nafas tapi bukan asma, banting sapu, banting ember pel, banting pintu, manyun, kening berkerut, meronta-ronta sendiri dengan perasaan sakit sendiri akibat ekspektasi. Sedangkan suami, ya masih asyik sendiri.

Lalu, salahkah suami? Ya, enggak. Doi nggak tahu apa-apa, doi nggak bisa baca isi kepala kita. Nggak semua orang punya rasa inisiatif tinggi, itulah kenapa kita harus belajar memahami.

Tanpa disadari, kita sudah menciptakan rasa sakit kita sendiri hanya karena ekspektasi. Pikiranpun sempit, apa kebaikannya hanya sebatas bantu bersih-bersih? Apa nggak ada kebaikan lain? Kebaikan-kebaikan lainnya pun tertutupi dengan sempitnya pemikiran akibat ekspektasi terlalu tinggi.

Itulah kenapa, saya akhirnya memutuskan untuk menurunkan ekspektasi atau bahkan menghilangkannya sama sekali. Ekspektasi atau harapan, yaa, cukup kepada Allah saja yang jelas-jelas nggak akan ngecewain kita. Percayalah, semuanya akan terasa lebih ringan. Lelah kita ya biar Allah saja yang seka, semoga lelah kita menjadi Lillah.

Contoh di atas hanya satu contoh sederhana, ya. Apapun konteksnya, entah itu bersih-bersih, jaga anak, pekerjaan dan lain-lain, pastinya tiap rumah tangga punya persoalan yang beda-beda. Intinya, rendahkan ekspektasi kita supaya hidup lebih tentram. Jika hidup kita tentram, maka kita akan lebih mudah memberi cinta. Less expectations, more love.

Saya pernah mendengar kata-kata Mbak Dewi Sandra yang menyentuh banget di salah satu podcast Youtube-nya seorang artis Ibukota, intinya begini: "Kewajibanku ya kewajibanku, aku selesaikan itu. Aku tidak meminta hakku untuk kamu penuhi, tetapi aku minta hakku pada Allah saja."

Lakukan tugas kita tanpa harus memasang ekspektasi yang tinggi terhadap makhluk Allah yang lain, entah itu pasangan atau anak-anak. Ketika kita tidak banyak berekspektasi, kita akan jauh dari rasa kecewa dan sedih, maka kita hanya akan lebih banyak memberikan cinta.

Ahhh... Ini hanya seiprit pembahasan soal pernikahan dan rumah tangga, ya. Intinya, 8 tahun pernikahan kami ini membuat saya banyak belajar dan saya bersyukur karena sudah sampai di titik ini. Semoga Allah senantiasa menjaga saya dan suami, anak-anak kami, rumah tangga kami, sampai akhirnya kita semua dipanggil untuk 'kembali'.

Tulisan ini bukan untuk mengajari, tetapi untuk pengingat diri saya karena kadang saya tidak dapat mengendalikan ekspektasi yang saya buat tanpa saya sadari. Maafkan manusia yang banyak salah dan khilaf ini, Ya Allah.

Semoga tulisan ini ada manfaat yang bisa dipetik, ya.. Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Silahkan isi kolom komentar kalau mau menambahkan pesan-pesan baiknya supaya kita bisa sama-sama belajar untuk tumbuh menjadi lebih baik lagi. :)

Cookies bucket by @sabia_krisna


You May Also Like

1 comments

  1. MasyaAllah Tabarokallah...
    Allahhumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala Ali sayyidina Muhammad.

    Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmatNYA untuk menjaga rumah tangga umi dan abi ya.

    Terimakasih sudah menginspirasi serta mengingatkan kami utk selalu mensyukuri setiap keadaan yg ada.

    Happy wedding anniversary MiBi.
    We Love you ��

    ReplyDelete