Menampik Paradigma Bahwa Mengurus Anak Adalah Tugas Ibu Saja (Fatherless) - Rasanya aneh jika anak dimandikan oleh ayahnya, rasanya nggak wajar jika ayah menyuapi MPASI anaknya. Kemudian muncul pertanyaan, "Loh, ibunya ngapain? Kok ayahnya yang menyuapi?"
Belum lagi jika ada ibu-ibu yang merasa tidak terima jika anak laki-lakinya turut serta mengasuh anak di rumah. "Kamu kemana? Mengapa malah suamimu yang menidurkan anak?"
Ya, inilah 'orang-orang kita' yang sebagian besar masih memegang teguh paradigma bahwa mengurus anak adalah tugas seorang ibu SAJA. Hmm..
Sebelum kita membahas tentang fatherless lebih lanjut, aku mau mengingatkan kembali tentang kodrat seorang perempuan. Menurut sepengetahuan aku, kodrat seorang perempuan itu ada 4: haid, hamil, melahirkan, menyusui. Keempat hal itu tidak bisa diwakilkan atau digantikan oleh seorang laki-laki. Itu berarti, mengurus anak bukanlah kodrat seorang wanita dan bisa digantikan oleh seorang laki-laki.
Namun, mengapa 'orang-orang kita' itu menganggap seorang laki-laki atau seorang ayah yang tampak mengurus anaknya itu adalah laki-laki yang sedang mengerjakan hal yang bukan merupakan tugasnya. "Ibunya kemana?" Karena seharusnya ibunya yang mengurus anak. (Jawab aja, "kamu nanyeaa??")
Ketika kita sedang membahas fatherless ini, kita tidak sedang membahas single mom, ya. Fatherless yang dibahas di sini adalah kondisi dimana seorang ayah ada, namun tidak terlibat secara maksimal dalam hal pengasuhan dan tumbuh kembang anak. Ayah tugasnya mencari nafkah dan ibu yang mengurus rumah tangga, khususnya dalam hal pengurusan anak. Paradigma ini yang harus diubah dari orang-orang kita agar anak-anak tidak kekurangan peran penting ayah dalam perkembangannya.
Menurut Ibu Khofifah Indar Parawansa (saat itu menjabat sebagai Menteri Sosial) pada tahun 2017 silam, Indonesia meraih peringkat ketiga sebagai negara minim peran ayah (fatherless country). Sungguh prestasi yang tidak membanggakan. Padahal, peran seorang ayah dan peran seorang ibu merupakan sama-sama penting dalam hal pengasuhan anak.
Seharusnya tidaklah sulit seorang ayah untuk ikut andil dalam pengurusan anak, cukup hadir secara fisik dan psikologis, misalnya dengan cara ikut terlibat dalam keseharian anak seperti makan bersama, bermain, berjalan-jalan, mengobrol atau bercerita, bercanda gurau dan lain sebagainya. Sulit sih, selama paradigma tadi masih menancap di kepala.
Mirisnya, jika seorang ibu yang juga bekerja di luar rumah, tetapi dengan peringatan, "Kamu boleh bekerja, asal jangan melupakan tugas di rumah dan anak-anak."
Perempuan menjalani multi-peran yang seolah-olah semua itu adalah kewajibannya saja. Padahal, urusan rumah dan anak-anak adalah tugas bersama, tanggung jawab bersama, karena produksinya juga bersama. Perempuan bukan amoeba yang bisa punya anak dengan membelah diri, bukan?
Minimnya peran seorang ayah juga dapat mempengaruhi perkembangan anak khususnya secara psikologis, bahkan bisa sampai anak beranjak dewasa. Dilansir dari www.appletreebsd.com, Ben Spencer melalui Daily Mail menyatakan jika seorang anak tumbuh tanpa peran ayah (fatherless), maka anak dapat mengalami depresi hingga berakibat pada tingkah kenalan remaja.
Jangan sampai nantinya ibu pula yang disalahkan jika anak bertingkah buruk di masa yang akan datang akibat dampak fatherless yang tidak disadari. "Kamu nih gimana sih ngurus anak? Kok dia menjadi pelawan dan nakal?" Yes, dampak buruk fatherless itu kebanyakan tidak disadari.
Jadi ayolah, bapak-bapak, pemuda-pemuda Indonesia harapan bangsa, kita tampik paradigma lama itu kembali menjadi yang seharusnya. Semoga kedepannya akan semakin banyak orang tua yang concern terhadap ancaman fatherless ini. Menyadari bahwa tugas mengasuh anak bukanlah tugas seorang ibu saja, peran seorang ibu dan ayah itu sama-sama penting, dan menyadari bahwa dampak fatherless itu masih cukup mengancam di masa depan jika kita masih tetap memegang paradigma yang keliru.
Terima kasih sudah membaca sampai akhir.. Tiba-tiba saja saya terinspirasi ingin menulis dan membahas tentang fatherless ini karena membaca salah satu postingan instagram @rabbitholeid:
Dipersilahkan jika ingin membagikan tulisan ini agar banyak 'orang-orang kita' yang bisa semakin melek tentang fatherless dan dampak fatherless bagi tumbuh kembang anak-anak. :)
4 comments
kadang kebiasaan orang jaman dahululah membuat wanita menjadi seperti babu dirumah, karena semua pekerjaan rumah tangga dibebankan padanya, sementara laki2 taunya cari duit saja.. Tapi semakin kesini, ada kok lelaki yang faham, bahwa tugas rumah tangga itu tugas berdua, tugas mengasuh anak juga tugas bersama... tidak banyak tapi adalah lelaki yang mau melakukannya atas kesadarannya sendiri,
ReplyDeleteIyess benar kakak. :)
DeleteSaya termasuk yg anti fatherless... Untungnya suami sangat aktif mengurus anak. Kami membagi jam pengurusan anak yakni Mama Time (pagi-sore) and Papa Time (begitu papanya pulang kerja, namanya free ampe besok paginya). Hehehe. Anak2 jadi dekat sama Papa n mamanya tanpa perbedaan.
ReplyDeleteSetuju banget Mba sama tulisan ini. Keterlibatan kedua orang tua dalam pengasuhan anak tuh sangat2 penting. Salah satu contohnya dalam pengenalan peran gender dan sex education pada anak, akan lebih baik jika Ayah juga ikut terlibat di dalamnya, khususnya jika yang dihadapi adalah anak laki-laki. Semoga Ayah-Ayah di Indonesia ke depannya akan semakin teredukasi untuk terlibat dalam pengasuhan anak ya, Mba. ^^
ReplyDelete